Menebak dosa Jonan sehingga dicopot dari Menhub


 Ignasius Jonan menjadi salah satu menteri yang copot dari jabatannya oleh Presiden Jokowi kemarin siang. Posisi Jonan kini digantikan oleh Budi Karya Sumadi, mantan Dirut Angkasa Pura II.

Pencopotan Jonan sendiri menjadi salah satu perbincangan di publik. Jonan dianggap berprestasi dalam membenahi transportasi, salah satunya kereta api. Lalu apa dosa Jonan?

Presiden Jokowi sendiri hanya menjelaskan alasan umum tentang reshuffle kabinet. Jokowi ingin kabinet berjalan lebih cepat sesuai harapannya.

"Saya selalu ingin berusaha maksimal agar kabinet kerja bisa bekerja cepat, efektif, bekerja dalam tim solid dan saling dukung sehingga hasilnya nyata dalam waktu secepatnya," ujar Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/7) kemarin.

"Saya sadari tantangan-tantangan terus berubah dan membutuhkan kecepatan kita dalam bertindak dan memutuskan, kita harus bertindak yang langsung dirasakan oleh rakyat, dinikmati oleh rakyat dalam jangka pendek dan panjang," ujar Jokowi.

Namun jika ditilik ke belakang ada beberapa perdebatan antara Jonan dan Jokowi.

Pertama sikap Jonan soal kereta cepat Jakarta-Bandung. Jonan tegas menolak proyek mercusuar Jokowi tersebut.

Menurut Jonan, jarak Jakarta-Bandung terlalu pendek untuk perjalanan dengan kualitas kereta cepat. Hal berbeda jika kereta cepat melayani rute jarak jauh semisal Jakarta- Surabaya.

Jonan menjelaskan, Jakarta-Bandung hanya memiliki jarak 150 Kilometer (Km), dan sepanjang jalur rencananya akan dibangun lima hingga delapan stasiun. Sehingga antar stasiun memiliki jarak sekitar 30 Km.

"Sekarang lihat kereta cepat itu akselerasinya dari 0 ke 300 Km itu butuh berapa waktu? Kalau Jakarta-Bandung itu total butuh 40 menit, berarti intervalnya tiap stasiun berapa? Kalau lima stasiun 8 menit. Kalau 8 menit antar stasiun, apa bisa dari velositas 0 sampai 300, saya kira enggak bisa," jelas Jonan 3 September 2015 lalu.

Namun, jika ada perusahaan yang siap untuk melakukan pembangunan dengan sistem business to business (B to B), Menteri Jonan mempersilakannya. Kementerian Perhubungan akan meninjau perizinannya.

"Perhubungan pasti mengeluarkan izin trasenya ke mana? Izin soal pembangunannya bagaimana? Safetynya bagaimana?" ungkapnya.

Dia mengingatkan, jika sampai proyek tersebut akhirnya membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka tidak ada toleransi, proyek pembangunan akan ditutup.

"Kalau B to B tidak pakai APBN, tidak akan disubsidi. Tidak akan ada jaminan pemerintah. Kalau jebol (menggunakan APBN) ya ditutup aja (proyek pembangunannya)," tutup Jonan.

Kasus lain yang mendapat sorotan publik soal kinerja Jonan adalah kemacetan parah saat arus mudik di Tol Brebes. Jonan dinilai paling bertanggung jawab atas hal itu. Namun Jonan menyatakan kemacetan parah itu bukan dosa dia.

"Hanya orang tolol yang nyuruh mundur gara-gara itu," kata Jonan saat inspeksi mendadak di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, Senin, 11 Juli 2016 lalu.

Menurut Jonan, kemacetan itu juga menjadi tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bukan hanya tanggung jawab Kementerian Perhubungan. "Tanyakan ke Pak Menteri PU itu," ucapnya.

Jonan menerangkan, Kementerian Perhubungan hanya menangani transportasi berbasis udara, kapal berbasis laut, kereta api, serta angkutan umum berbasis jalan raya. Sedangkan untuk kemacetan di Brebes, pengaturannya menjadi kewenangan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum.

Kasus lain yang juga membuat Jonan tersudut ketika melarang ojek berbasis online beroperasi. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.

"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya, Kamis (17/12).

Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia.

Dia menjelaskan pengoperasian ojek dan uber taksi tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

"Ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum," katanya.

Djoko mengaku pihaknya tidak masalah dengan bisnis start-up (pemula) namun menjadi bermasalah apabila menggunakan angkutan pribadi untuk angkutan umum yang tidak berizin dan tidak memenuhi ketentuan hukum. "Apapun namanya, pengoperasian sejenis, GO-JEK, Go-Box, Grab Bike, Grab Car, Blue Jek, Lady-Jek, dilarang," katanya.

Pelarangan ojek berbasis online ini membuat publik bereaksi dan sampai ke telinga presiden. Jonan pun langsung dipanggil untuk menghadap ke Istana.

"Saya segera panggil Menhub. Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan, rakyat jadi susah. Harusnya ditata," demikian tulis Presiden Jokowi dalam Twitternya.

Tak lama setelah dipanggil, Jonan lalu mencabut larangan beroperasi ojek dan taksi berbasis online.

"Ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak," kata Jonan.

Mungkinkah karena ketiga alasan itu Jonan dicopot dari kursi Menhub?
Mau Baca Lebih Banyak Kisah Inspiratif? Silahkan di Pencet Tombol

0 Response to "Menebak dosa Jonan sehingga dicopot dari Menhub"

Posting Komentar